Kabar Gembira Buat kamu yang ga sengaja kunjungi Blog ini !!!

jarang-jarang kamu bisa nemuin Harga SOUVENIR se Murahini..

karena ini kami buat sengaja buat kamu yang ga sengaja berkunjung ke Blog kami dengan ulasan kami selain dari ulasan souvenir

Nah buat kamu yang tertarik dengan Harga-harga souvenir kami, bisa langsung hubungi whatsapp kami di 081296650889 atau 081382658900

caranya screenshoot atau sertakan link url souvenir yang kamu minati pada blog ini, kirimkan kepada kami di nomer yang sudah tertera dia atas

tanpa screenshoot atau link blog kami, kemungkinan kami akan memberikan harga jual yang ada pada toko kami yang cenderung lebih tinggi tentunya


Minggu, 27 Oktober 2013

Kerajaan Melayu atau dalam bahasa Cina ditulis Ma-La-Yu merupakan sebuah nama kerajaan yang berada di Pulau Sumatera. Dari bukti dan keterangan yang disimpulkan dari prasasti dan isu dari Cina, keberadaan kerajaan yang mengalami naik turun ini sanggup di diketahui dimulai pada era ke-7 yang berpusat di Minanga, pada era ke-13 yang berpusat di Dharmasraya dan diawal era ke 15 berpusat di Suruasoatau Pagaruyung. Kerajaan ini berada di pulau Swarnadwipa atau Swarnabumi yang oleh para pendatang disebut sebagai pulau emas yang mempunyai tambang emas, dan pada awalnya mempunyai kemampuan dalam mengontrol perdagangan di Selat Melaka sebelum direbut oleh Kerajaan Sriwijaya.
Dari uraian I-tsing terperinci sekali bahwa Kerajaan Melayu terletak di tengah pelayaran antara Sriwijaya dan Kedah. Makara Sriwijaya terletak di selatan atau tenggara Melayu. Hampir semua mahir sejarah setuju bahwa negeri Melayu berlokasi di hulu sungai Batang Hari, alasannya yaitu pada bantalan arca Amoghapasa yang ditemukan di Padangroco terdapat prasasti bertarikh 1208 Saka (1286) yang menyebutkan bahwa arca itu merupakan hadiah raja Kertanagara (Singhasari) kepada raja Melayu.
Berita Cina. Berita perihal Kerajaan Melayu antara lain diketahui dari dua buah buku karya Pendeta I-tsing atau I Ching (634-713)dalam pelayarannya dari Cina ke India tahun 671, singgah di negeri Sriwijaya enam bulan lamanya untuk mempelajari Sabdawidya (tatabahasa Sansekerta). Ketika pulang dari India tahun 685, I-tsing bertahun-tahun tinggal di Sriwijaya untuk menerjemahkan naskah-naskah Buddha dari bahasa Sansekerta ke bahasa Cina. I-tsing kembali ke Cina dari Sriwijaya tahun 695. Ia menulis dua buah bukunya yang termasyhur yaitu Nan-hai Chi-kuei Nei-fa Chuan (Catatan Ajaran Buddha yang dikirimkan dari Laut Selatan) serta Ta-T’ang Hsi-yu Ch’iu-fa Kao-seng Chuan (Catatan Pendeta-pendeta yang menuntut ilmu di India zaman Dinasti Tang). Menurut catatan I-tsing, Sriwijaya menganut agama Buddha ajaran Hinayana, kecuali Ma-la-yu. Tidak disebutkan dengan terperinci agama apa yang dianut oleh Kerajaan Melayu. Berita lain mengenai Kerajaan Melayu berasal dari T’ang-Hui-Yao yang disusun oleh Wang p’u pada tahun 961, dimana Kerajaan Melayu mengirimkan utusan ke Cina pada tahun 645 untuk pertama kalinya, namun sehabis berdirinya Sriwijaya sekitar 670, Kerajaan Melayu tidak ada lagi mengirimkan utusan ke Cina.
Kitab Purana pada zaman Gautama Buddha terdapat istilah Malaya dvipa yang bermaksud tanah yang dikelilingi air.
Geographike Sintaxis karya Ptolemy Pengunaan kata Melayu, telah dikenal sekitar tahun 100-150 yang menyebutkan maleu-kolon

Raja-raja Kerajaan Melayu
  • Srimat Trailokyaraja Maulibhusana Warmadewa (1183). Sumber: Prasasti Grahi tahun 1183 di selatan Thailand, perintah kepada bupati Grahi yang berjulukan Mahasenapati Galanai supaya menciptakan arca Buddha seberat 1 bhara 2 tula dengan nilai emas 10 tamlin. Ibukota: Dharmasraya.
  • Srimat Tribhuwanaraja Mauli Warmadewa. (1286). Prasasti Padang Roco tahun 1286 di Siguntur, pengiriman Arca Amonghapasa sebagai hadiah Raja Singhasari kepada Raja Dharmasraya. Ibukota: Dharmasraya.
  • Akarendrawarman. (1300). Sumber: Prasasti Suruaso. Ibukota: dharmasraya atau Suruaso.
  • Srimat Sri Udayadityawarman Pratapaparakrama Rajendra Maulimali Warmadewa. (1347). Sumber: Arca Amoghapasa. Ibukota: Suruaso atau Pagarruyung.
  • Ananggawarman. (1375). Sumber: Prasasti Pagaruyung. Ibukota: Pagaruyung.
Prasasti Kedukan Bukit menguraikan jayasiddhayatra (perjalanan jaya) dari penguasa Kerajaan Sriwijaya yang bergelar Dapunta Hyang (Yang Dipertuan Hyang). Oleh lantaran Dapunta Hyang membawa puluhan ribu tentara lengkap dengan perbekalan, sudah tentu perjalanan itu yaitu ekspedisi militer menaklukkan suatu daerah. Dari prasasti Kedukan Bukit, didapatkan data-data:
  • Dapunta Hyang naik bahtera tanggal 11 Waisaka 604 (23 April 682).
  • Dapunta Hyang berangkat dari Minanga tanggal 7 Jesta (19 Mei) dengan membawa lebih dari 20.000 balatentara. Rombongan kemudian tiba di Muka Upang.
Jadi, penaklukan Malayu oleh Sriwijaya terjadi pada tahun 682. Pendapat ini sesuai dengan catatan I Tsing bahwa, pada ketika berangkat menuju India tahun 671, Ma-la-yu masih menjadi kerajaan merdeka, sedangkan ketika kembali tahun 685, negeri itu telah dikuasai oleh Shih-li-fo-shih.
Pelabuhan Malayu merupakan penguasa kemudian lintas Selat Malaka ketika itu. Dengan direbutnya Minanga, secara otomatis pelabuhanpun jatuh ke tangan Kerajaan Sriwijaya. Maka semenjak tahun 682 penguasa kemudian lintas dan perdagangan Selat Malaka digantikan oleh kerajaan Melayu Sriwijaya
Kekalahan Kerajaan Sriwijaya jawaban serangan Rajendra Coladewa, raja Chola dari Koromandel telah mengakhiri kekuasaan Wangsa Sailendra atas Pulau Sumatra dan Semenanjung Malaya semenjak tahun 1025. Beberapa waktu kemudian muncul sebuah dinasti gres yang mengambil alih kiprah Wangsa Sailendra, yaitu yang disebut dengan nama Wangsa Mauli.
Prasasti tertua yang pernah ditemukan atas nama raja Mauli yaitu Prasasti Grahi tahun 1183 di selatan Thailand. Prasasti itu berisi perintah Maharaja Srimat Trailokyaraja Maulibhusana Warmadewa kepada bupati Grahi yang berjulukan Mahasenapati Galanai supaya menciptakan arca Buddha seberat 1 bhara 2 tula dengan nilai emas 10 tamlin. Yang mengerjakan kiprah menciptakan arca tersebut berjulukan Mraten Sri Nano.
Prasasti kedua berselang lebih dari satu era kemudian, yaitu Prasasti Padang Roco tahun 1286. Prasasti ini menyebut adanya seorang raja berjulukan Maharaja Srimat Tribhuwanaraja Mauli Warmadewa. Ia menerima kiriman arca Amoghapasa dari atasannya, yaitu Kertanagara raja Singhasari di Pulau Jawa. Arca tersebut kemudian diletakkan di kota Dharmasraya.
Dharmasraya dalam Pararaton disebut dengan nama Malayu. Dengan demikian, Tribhuwanaraja sanggup pula disebut sebagai raja Malayu. Tribhuwanaraja sendiri kemungkinan besar yaitu keturunan dari Trailokyaraja. Oleh lantaran itu, Trailokyaraja pun bisa juga dianggap sebagai raja Malayu, meskipun Prasasti Grahi tidak menyebutnya dengan jelas.
Yang menarik di sini yaitu kawasan kekuasaan Trailokyaraja pada tahun 1183 telah mencapai Grahi, yang terletak di selatan Thailand (Chaiya sekarang). Itu artinya, sehabis Sriwijaya mengalami kekalahan, Malayu bangun kembali sebagai penguasa Selat Malaka. Namun, kapan kiranya kebangkitan tersebut dimulai tidak sanggup dipastikan, dari catatan Cina [9] disebutkan bahwa pada tahun 1082 masih ada utusan dari Chen-pi (Jambi) sebagai bawahan San-fo-ts’i, dan disaat bersamaan muncul pula utusan dari Pa-lin-fong (Palembang) yang masih menjadi bawahan keluarga Rajendra.
Istilah Srimat yang ditemukan di depan nama Trailokyaraja dan Tribhuwanaraja berasal dari bahasa Tamil yang bermakna ”tuan pendeta”. Dengan demikian, kebangkitan kembali Kerajaan Malayu dipelopori oleh kaum pendeta. Namun, tidak diketahui dengan terperinci apakah pemimpin kebangkitan tersebut yaitu Srimat Trailokyaraja, ataukah raja sebelum dirinya, lantaran hingga ketika ini belum ditemukan prasasti Wangsa Mauli yang lebih bau tanah daripada prasasti Grahi.
Naskah Pararaton dan Kidung Panji Wijayakrama menyebutkan pada tahun 1275, Kertanagara mengirimkan utusan Singhasari dari Jawa ke Sumatera yang dikenal dengan nama Ekspedisi Pamalayu yang dipimpin oleh Kebo Anabrang. Prasasti Padang Roco tahun 1286 menyebutkan perihal pengiriman arca Amoghapasa sebagai tanda persahabatan antara Singhasari dengan Dharmasraya.
Pada tahun 1293 tim ini kembali dengan membawa serta dua orang putri Malayu berjulukan Dara Jingga dan Dara Petak. Untuk memperkuat persahabatan antara Dharmasraya dengan Singhasari, Dara Petak dinikahkan dengan Raden Wijaya yang telah menjadi raja Kerajaan Majapahit mengantikan Singhasari. Pernikahan ini melahirkan Jayanagara, raja kedua Majapahit. Sementara itu, Dara Jingga diserahkan kepada seorang “dewa”. Ia kemudian melahirkan Tuan Janaka yang kelak menjadi raja Pagaruyung bergelar Mantrolot Warmadewa. Namun ada kemungkinan lain bahwa Raden Wijaya juga mengambil Dara Jingga sebagai istri, lantaran hal ini lumrah alasannya yaitu Raden Wijaya pada waktu itu telah menjadi raja serta juga memperistri semua bawah umur wanita Kertanagara. Dan ini dilakukan untuk menjaga ketentraman dan kestabilan kerajaan sehabis peralihan kekuasaan di Singhasari.
Sebagian sumber menyampaikan bahwa Mantrolot Warmadewa identik dengan Adityawarman Mauli Warmadewa, putra Adwayawarman. Nama Adwayawarman ini seolah-olah dengan Adwayabrahma, yaitu salah satu pengawal arca Amoghapasa dalam prasasti Padangroco tahun 1286. Saat itu Adwayabrahma menjabat sebagai Rakryan Mahamantri dalam pemerintahan Kertanagara. Jabatan ini merupakan jabatan tingkat tinggi. Mungkin yang dimaksud dengan “dewa” dalam Pararaton yaitu tokoh ini. Dengan kata lain, Raden Wijaya menikahkan Dara Jingga dengan Adwayabrahma sehingga lahir Adityawarman. Adityawarman sendiri nantinya memakai gelar Mauli Warmadewa. Hal ini untuk menyampaikan jikalau ia yaitu keturunan Srimat Tribhuwanaraja.

Penaklukan Majapahit
Kakawin Nagarakretagama yang ditulis tahun 1365 menyebut Dharmasraya sebagai salah satu di antara sekian banyak negeri jajahan Kerajaan Majapahit di Pulau Sumatra. Namun interpretasi isi yang menguraikan daerah-daerah “wilayah” kerajaan Majapahit yang harus menghaturkan upeti ini masih kontroversial, sehingga dipertentangkan hingga hari ini.
Pada tahun 1339 Adityawarman dikirim sebagai uparaja atau raja bawahan Majapahit untuk menaklukan wilayah Swarnnabhumi nama lain pulau Sumatera. Penaklukan Majapahit dimulai dengan menguasai Palembang. Kidung Pamacangah dan Babad Arya Tabanan menyebut nama Arya Damar sebagai Bupati Palembang yang berjasa membantu Gajah Mada menaklukkan Bali pada tahun 1343. Menurut Prof. C.C. Berg, tokoh ini dianggapnya identik dengan Adityawarman.[ki]