Kabar Gembira Buat kamu yang ga sengaja kunjungi Blog ini !!!

jarang-jarang kamu bisa nemuin Harga SOUVENIR se Murahini..

karena ini kami buat sengaja buat kamu yang ga sengaja berkunjung ke Blog kami dengan ulasan kami selain dari ulasan souvenir

Nah buat kamu yang tertarik dengan Harga-harga souvenir kami, bisa langsung hubungi whatsapp kami di 081296650889 atau 081382658900

caranya screenshoot atau sertakan link url souvenir yang kamu minati pada blog ini, kirimkan kepada kami di nomer yang sudah tertera dia atas

tanpa screenshoot atau link blog kami, kemungkinan kami akan memberikan harga jual yang ada pada toko kami yang cenderung lebih tinggi tentunya


Minggu, 30 November 2014

Deskripsi Sejarah Islam di Indonesia – Sahabat sekalian, pada kesempatan kali ini akan menyebarkan artikel mengenai Sejarah Islam di Indonesia. Indonesia ketika ini kita kenal sebagai Negara dengan pemeluk Agama Islam terbesar di dunia. So niscaya kita akan bertanya-tanya gimana sih Sejarah masuknya islam ke Indonesia ? , nah berikut ini deskripsi sederhana yang dirangkum dari banyak sekali sumber mengenai sejarah islam di Indonesia.
Pada tahun 30 Hijri atau 651 Masehi, hanya berselang sekitar 20 tahun dari wafatnya Rasulullah SAW, Khalifah Utsman ibn Affan RA mengirim delegasi ke Cina untuk memperkenalkan Daulah Islam yang belum usang berdiri. Dalam perjalanan yang memakan waktu empat tahun ini, para utusan Utsman ternyata sempat singgah di Kepulauan Nusantara. Beberapa tahun kemudian, tepatnya tahun 674 M, Dinasti Umayyah telah mendirikan pangkalan dagang di pantai barat Sumatera. Inilah perkenalan pertama penduduk Indonesia dengan Islam. Sejak itu para pelaut dan pedagang Muslim terus berdatangan, periode demi abad. Mereka membeli hasil bumi dari negeri nan hijau ini sambil berdakwah.
Lambat laun penduduk pribumi mulai memeluk Islam meskipun belum secara besar-besaran. Aceh, tempat paling barat dari Kepulauan Nusantara, yakni yang pertama sekali mendapatkan agama Islam. Bahkan di Acehlah kerajaan Islam pertama di Indonesia berdiri, yakni Pasai. Berita dari Marcopolo menyebutkan bahwa pada ketika persinggahannya di Pasai tahun 692 H / 1292 M, telah banyak orang Arab yang menyebarkan Islam. Begitu pula informasi dari Ibnu Battuthah, pengembara Muslim dari Maghribi., yang ketika singgah di Aceh tahun 746 H / 1345 M menuliskan bahwa di Aceh telah tersebar mazhab Syafi’i. Adapun peninggalan tertua dari kaum Muslimin yang ditemukan di Indonesia terdapat di Gresik, Jawa Timur. Berupa komplek makam Islam, yang salah satu diantaranya yakni makam seorang Muslimah berjulukan Fathimah binti Maimun. Pada makamnya tertulis angka tahun 475 H / 1082 M, yaitu pada jaman Kerajaan Singasari. Diperkirakan makam-makam ini bukan dari penduduk asli, melainkan makam para pedagang Arab.
Sampai dengan periode ke-8 H / 14 M, belum ada pengislaman penduduk pribumi Nusantara secara besar-besaran. Baru pada periode ke-9 H / 14 M, penduduk pribumi memeluk Islam secara massal. Para pakar sejarah beropini bahwa masuk Islamnya penduduk Nusantara secara besar-besaran pada periode tersebut disebabkan ketika itu kaum Muslimin sudah mempunyai kekuatan politik yang berarti. Yaitu ditandai dengan berdirinya beberapa kerajaan bercorak Islam menyerupai Kerajaan Aceh Darussalam, Malaka, Demak, Cirebon, serta Ternate. Para penguasa kerajaan-kerajaan ini berdarah campuran, keturunan raja-raja pribumi pra Islam dan para pendatang Arab. Pesatnya Islamisasi pada periode ke-14 dan 15 M antara lain juga disebabkan oleh surutnya kekuatan dan imbas kerajaan-kerajaan Hindu / Budha di Nusantara menyerupai Majapahit, Sriwijaya dan Sunda. Thomas Arnold dalam The Preaching of Islam menyampaikan bahwa kedatangan Islam bukanlah sebagai penakluk menyerupai halnya bangsa Portugis dan Spanyol. Islam tiba ke Asia Tenggara dengan jalan damai, tidak dengan pedang, tidak dengan merebut kekuasaan politik. Islam masuk ke Nusantara dengan cara yang benar-benar menunjukkannya sebagai rahmatan lil’alamin.
Dengan masuk Islamnya penduduk pribumi Nusantara dan terbentuknya pemerintahan-pemerintahan Islam di banyak sekali tempat kepulauan ini, perdagangan dengan kaum Muslimin dari sentra dunia Islam menjadi semakin erat. Orang Arab yang bermigrasi ke Nusantara juga semakin banyak. Yang terbesar diantaranya yakni berasal dari Hadramaut, Yaman. Dalam Tarikh Hadramaut, migrasi ini bahkan dikatakan sebagai yang terbesar sepanjang sejarah Hadramaut. Namun sehabis bangsa-bangsa Eropa Kristen berdatangan dan dengan rakusnya menguasai daerah-demi tempat di Nusantara, korelasi dengan sentra dunia Islam seakan terputus. Terutama di periode ke 17 dan 18 Masehi. Penyebabnya, selain lantaran kaum Muslimin Nusantara disibukkan oleh perlawanan menentang penjajahan, juga lantaran banyak sekali peraturan yang diciptakan oleh kaum kolonialis. Setiap kali para penjajah – terutama Belanda – menundukkan kerajaan Islam di Nusantara, mereka niscaya menyodorkan perjanjian yang isinya melarang kerajaan tersebut berafiliasi dagang dengan dunia luar kecuali melalui mereka. Maka terputuslah korelasi ummat Islam Nusantara dengan ummat Islam dari bangsa-bangsa lain yang telah terjalin beratus-ratus tahun. Keinginan kaum kolonialis untuk menjauhkan ummat Islam Nusantara dengan akarnya, juga terlihat dari kebijakan mereka yang mempersulit pembauran antara orang Arab dengan pribumi.
Semenjak awal datangnya bangsa Eropa pada final periode ke-15 Masehi ke kepulauan subur makmur ini, memang sudah terlihat sifat rakus mereka untuk menguasai. Apalagi mereka mendapati kenyataan bahwa penduduk kepulauan ini telah memeluk Islam, agama seteru mereka, sehingga semangat Perang Salib pun selalu dibawa-bawa setiap kali mereka menundukkan suatu daerah. Dalam memerangi Islam mereka bekerja sama dengan kerajaan-kerajaan pribumi yang masih menganut Hindu / Budha. Satu contoh, untuk tetapkan jalur pelayaran kaum Muslimin, maka sehabis menguasai Malaka pada tahun 1511, Portugis menjalin kerjasama dengan Kerajaan Sunda Pajajaran untuk membangun sebuah pangkalan di Sunda Kelapa. Namun maksud Portugis ini gagal total sehabis pasukan gabungan Islam dari sepanjang pesisir utara Pulau Jawa pundak membahu menggempur mereka pada tahun 1527 M. Pertempuran besar yang bersejarah ini dipimpin oleh seorang putra Aceh berdarah Arab Gujarat, yaitu Fadhilah Khan Al-Pasai, yang lebih populer dengan gelarnya, Fathahillah. Sebelum menjadi orang penting di tiga kerajaan Islam Jawa, yakni Demak, Cirebon dan Banten, Fathahillah sempat mencar ilmu di Makkah. Bahkan ikut mempertahankan Makkah dari serbuan Turki Utsmani.
Kedatangan kaum kolonialis di satu sisi telah membangkitkan semangat jihad kaum muslimin Nusantara, namun di sisi lain menciptakan pendalaman kepercayaan Islam tidak merata. Hanya kalangan pesantren (madrasah) saja yang mendalami keislaman, itupun biasanya terbatas pada mazhab Syafi’i. Sedangkan pada kaum Muslimin kebanyakan, terjadi percampuran kepercayaan dengan tradisi pra Islam. Kalangan priyayi yang bersahabat dengan Belanda malah sudah terjangkiti gaya hidup Eropa. Kondisi menyerupai ini setidaknya masih terjadi sampai sekarang. Terlepas dari hal ini, ulama-ulama Nusantara yakni orang-orang yang gigih menentang penjajahan. Meskipun banyak diantara mereka yang berasal dari kalangan tarekat, namun justru kalangan tarekat inilah yang sering bangun melawan penjajah. Dan meski pada balasannya setiap perlawanan ini berhasil ditumpas dengan seni administrasi licik, namun sejarah telah mencatat jutaan syuhada Nusantara yang gugur pada banyak sekali pertempuran melawan Belanda. Sejak perlawanan kerajaan-kerajaan Islam di periode 16 dan 17 menyerupai Malaka (Malaysia), Sulu (Filipina), Pasai, Banten, Sunda Kelapa, Makassar, Ternate, sampai perlawanan para ulama di periode 18 menyerupai Perang Cirebon (Bagus rangin), Perang Jawa (Diponegoro), Perang Padri (Imam Bonjol), dan Perang Aceh (Teuku Umar).
Demikianlah artikel memgenai deskripsi sederhana perihal sejarah Islam di Indonesia, agar artikel ini sanggup memperlihatkan informasi yang bermanfaat bagi kita semua.[ki]