Kabar Gembira Buat kamu yang ga sengaja kunjungi Blog ini !!!

jarang-jarang kamu bisa nemuin Harga SOUVENIR se Murahini..

karena ini kami buat sengaja buat kamu yang ga sengaja berkunjung ke Blog kami dengan ulasan kami selain dari ulasan souvenir

Nah buat kamu yang tertarik dengan Harga-harga souvenir kami, bisa langsung hubungi whatsapp kami di 081296650889 atau 081382658900

caranya screenshoot atau sertakan link url souvenir yang kamu minati pada blog ini, kirimkan kepada kami di nomer yang sudah tertera dia atas

tanpa screenshoot atau link blog kami, kemungkinan kami akan memberikan harga jual yang ada pada toko kami yang cenderung lebih tinggi tentunya


Selasa, 11 Juni 2013

Terjadinya Berbagai Kerusuhan di Indonesia Tuntutan reformasi menghendaki adanya perubahan dan perbaikan di segala aspek kehidupan yang lebih baik. Namun, pada praktiknya tuntutan reformasi telah disalahgunakan oleh para petualang politik hanya untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya. Pada masa reformasi, konflik yang terjadi di masyarakat makin gampang terjadi dan sering kali bersifat etnis di banyak sekali daerah. Kondisi sosial masyarakat yang kacau akhir lemahnya aturan dan perekonomian yang tidak segera kunjung membaik menimbulkan sering terjadi gesekan-gesekan dalam masyarakat. Beberapa konflik sosial yang terjadi pada masa reformasi berlangsung di beberapa wilayah, antara lain sebagai berikut.

Kalimantan Barat

Konflik sosial yang terjadi di Kalimantan Barat melibatkan etnik Melayu, Dayak, dan Madura. Kejadian bermula dari tertangkapnya seorang pencuri di Desa Parisetia, Kecamatan Jawai, Sambas, Kalimantan Barat yang lalu dihakimi hingga tewas pada tanggal 19 Januari 1999. Kebetulan pencuri tersebut beretnis Madura, sedangkan penduduk Parisetia beretnis Dayak dan Melayu. Entah informasi apa yang beredar di masyarakat menimbulkan penduduk Desa Sarimakmur yang kebanyakan dihuni etnis Madura melaksanakan agresi balas dendam dengan menyerang dan merusak segala sesuatu di Desa Parisetia. Akibatnya, terjadi agresi saling balas dendam antaretnis tersebut dan menjalar ke banyak sekali tempat di Kalimantan Barat. Pemerintah berusaha men-damaikan konflik tersebut dengan mengajak tokoh masyarakat dari masing-masing etnis yang ada untuk membentuk Forum Komunikasi Masyarakat Kalimantan Barat. Dengan wadah tersebut segala permasalahan dicoba diselesaikan secara damai.

Kalimantan Tengah

Konflik sosial di Kalimantan Barat ternyata terjadi juga di Kalimantan Tengah. Pada tanggal 18 Februari 2001 pecah konflik antara etnis Madura dan Dayak. Konflik itu diawali dengan terjadinya pertikaian perorangan antaretnis di Kalimantan Tengah. Ribuan rumah dan ratusan nyawa melayang sia-sia akhir pertikaian antaretnis tersebut. Sebagian pengungsi dari etnis Madura yang diangkut dari Sampit untuk kembali ke kampung halamannya di Madura ternyata juga menjadikan problem di lalu hari. Kondisi Pulau Madura yang kurang menguntungkan menimbulkan sebagian warganya menolak kedatangan para pengungsi itu. Sampai kini pun pengungsi Sampit masih menjadi problem pemerintah.


Sulawesi Tengah

Konflik sosial di Sulawesi Tengah tepatnya di tempat Poso bermetamorfosis konflik antaragama. Kejadian bermula dipicu oleh perkelahian antara Roy Luntu Bisalembah (Kristen) yang kebetulan sedang mabuk dengan Ahmad Ridwan (Islam) di erat Masjid Darussalam pada tanggal 26 Desember 1998. Entah informasi apa yang berkembang di masyarakat perkela-hian dua orang berbeda agama itu bermetamorfosis ketegangan antaragama di Poso, Sulawesi Tengah. Konflik tersebut juga menimbulkan ratusan rumah dan tempat ibadah hancur. Puluhan, bahkan ratusan nyawa melayang akhir konflik tersebut. Konflik sempat mereda, tetapi masuknya beberapa orang asing ke tempat konflik tersebut menimbulkan ketegangan dan kerusuhan terjadi lagi. Beberapa obrolan digelar untuk meredakan konflik tersebut, menyerupai pertemuan Malino yang dilakukan pada tanggal 19–20 Desember 2001.

Maluku

Konflik sosial yang dipicu oleh konflik agama juga terjadi di Maluku. Kejadian diawali dengan bentrokan antara warga Batumerah, Ambon, dan sopir angkutan kota pada tanggal 19 Januari 1999. Namun, menyerupai konflik yang terjadi di wilayah Indonesia lainnya, tanpa tahu informasi apa yang beredar di masyarakat, terjadi ketegangan antarwarga. Puncaknya terjadi kerusuhan massa dengan disertai pembakaran Masjid Al-Falah. Warga Islam yang tidak terima segera membalas dengan pembakaran dan perusakan gereja. Konflik meluas menjadi antaragama. Namun, anehnya konflik yang semula antaragama bermetamorfosis gerakan separatis. Sebagian warga Maluku pada tanggal 25 April 2002 membentuk Front Kedaulatan Maluku dan mengibarkan bendera Republik Maluku Selatan (RMS) di beberapa tempat. Upaya menurunkan bendera tersebut menjadikan korban. Mereka gigih mempertahankannya. Sampai kini konflik Maluku itu belum sanggup diatasi dengan tuntas.

Dari beberapa insiden itu terlihat betapa di masa reformasi terjadi pergeseran pelaku kekerasan. Di masa orde baru, kekerasan lebih banyak dilakukan oleh oknum ABRI daripada warga sipil. Namun, pada masa reformasi kekerasan justru di-perlihatkan oleh sesama warga sipil. Masyarakat makin beringas dan aturan menyerupai tidak ada. Banyak insiden kriminal yang pelakunya tertangkap tangan eksklusif dihakimi bahkan hingga meninggal oleh masyarakat. Kinerja para penegak aturan tampaknya sudah tidak sanggup mengemban amanah lagi. Masyarakat sudah muak melihat banyak sekali masalah besar yang melibatkan pejabat negara dan oknum militer tidak tertangani hingga tuntas meskipun mereka dinyatakan bersalah. Sedangkan mengenai problem ekonomi, selama masa tiga bulan kekuasaan pemerintah B.J. Habibie, ekonomi Indonesia belum mengalami perubahan yang berarti. Enam dari tujuh bank yang telah dibekukan dan dilikuidasi pemerintah pada bulan Agustus 1998. Nilai rupiah terhadap mata uang asing masih tetap lemah di atas Rp10.000,00 per dolar Amerika Serikat. Persediaan sembilan materi pokok di pasaran juga makin berkurang dan harganya meningkat cepat. Misalnya, pada bulan Mei 1998, harga satu kilogram beras rata-rata Rp1.000,00, namun harga tersebut sempat naik menjadi di atas Rp3.000,00 per kilogram pada bulan Agustus 1998. Antrian panjang masyarakat membeli beras dan minyak goreng mulai terlihat di banyak sekali tempat. Oleh alasannya keadaan ekonomi yang parah menimbulkan rakyat Indonesia melaksanakan segala tindakan untuk sekadar sanggup mencukupi kebutuhan. Penjarahan yaitu pemandangan biasa yang dijumpai pada awal-awal pemerintahan Presiden B.J. Habibie. Penjarahan mereka lakukan terhadap tempat-tempat yang sanggup membantu kelangsungan hidup. Kayu-kayu di hutan lindung mereka tebangi, tambak udang dan ikan bandeng yang siap panen mereka sikat, lahan-lahan tidur milik orang kaya terutama mantan para penguasa orde gres mereka tempati. Mereka dengan mengatasnamakan rakyat kecil atau wong cilik melaksanakan tindakan itu semua. Pemerintah yang tidak berwibawa tidak bisa mengatasi semua itu. Aparat penegak aturan pun tidak berkutik dibuatnya.

Pemerintah Indonesia pun sebetulnya berusaha memulihkan keadaan ekonomi nasional dengan menjalin kolaborasi dengan Bank Dunia (World Bank) dan Dana Moneter Internasional (IMF). Namun, akal ekonomi pemerintah Indonesia atas saran dua forum keuangan dunia malah memperburuk situasi ekonomi nasional. Dua forum keuangan dunia itu menyarankan semoga subsidi pemerintah untuk listrik, BBM, dan telepon dicabut. Akibatnya, terjadi kenaikan biaya pada ketiga sektor tersebut sehingga rakyat makin terjepit. Atas desakan rakyat Indonesia, kesudahannya pemerintah memutuskan hubungan dengan dua forum keuangan pada masa pemerintahan Presiden Megawati Sukarnoputri. Para pemilik bank (bankir) di Indonesia juga ikut memperburuk keadaan dengan membawa lari dana penyehatan bank (dana BLBI) yang mereka terima. Maksud pemerintah sebetulnya baik, yaitu ikut membantu menyehatkan bank akhir krisis keuangan yang menimpa. Akan tetapi, mental mereka memang sudah rusak sehingga dana itu malah digunakan untuk hal lain sehingga mereka tidak bisa mengembalikan. Sungguhpun begitu, pemerintah tetap berusaha memulihkan keadaan ekonomi Indonesia. Segala cara dilakukan semoga rakyat segera terlepas dari krisis ini. Partisipasi dari setiap warga negara sangat dibutuhkan untuk sanggup segera memulihkan keadaan mewujudkan masyarakat adil dan makmur sesuai Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945[ki]