Kerajaan Kutai merupakan kerajaan bercorak Hindu di Nusantara Tertua. Berdiri sekitar kurun ke-4. Kerajaan ini terletak di Muara Kaman, Kalimantan Timur, tepatnya di hulu sungai Mahakam. Nama Kutai diberikan oleh para jago mengambil dari nama kawasan ditemukannya prasasti yang menunjukkan eksistensi kerajaan tersebut. Tidak ada prasasti yang secara terang menyebutkan nama kerajaan ini dan memang sangat sedikit warta yang sanggup diperoleh.
Masuknya Pengaruh Budaya
Masuknya efek budaya India ke Nusantara, menjadikan budaya Indonesia mengalami perubahan. Perubahan yang terpenting yakni timbulnya suatu sistem pemerintahan dengan raja sebagai kepalanya. Sebelum budaya India masuk, pemerintahan hanya dipimpin oleh seorang kepala suku. Selain itu, percampuran lainnya yakni kehidupan nenek moyang bangsa Indonesia mendirikan tugu batu. Kebiasaan ini menunjukkan bahwa dalam mendapatkan unsur-unsur budaya asing, bangsa Indonesia bersikap aktif. Artinya bangsa Indonesia berusaha mencari dan menyesuaikan unsur-unsur kebudayaan absurd tersebut dengan kebudayaan sendiri.
Bangsa Indonesia mempunyai kebiasaan mendirikan tugu kerikil yang disebut menhir, untuk pemujaan roh nenek moyang, sedangkan tugu kerikil (Yupa) yang didirikan oleh raja Mulawarman dipakai untuk menambatkan binatang kurban. Pada prasasti itu juga diceritakan bahwa Raja Mulawaraman memerintah dengan bijaksna. Ia pernah menghadiahkan ± 20.000 ekor sapi untuk korban kepada para brahmana / pendeta. Dan dalam prasasti itu pun menyatakan bahwa Raja Aswawarman merupakan pendiri dinasti, mengapa bukan ayahnya Kudungga yang menjadi pendiri dinasti tetapi anaknya Aswawarman? Hal itu sebab pada dikala itu Raja Kudungga belum memeluk agama Hindu, sehingga ia tidak sanggup menjadi pendiri dinasti Hindu.
Dari Raja Aswawarman menurunlah hingga Mulawarman, sebab Mulawarman pun memeluk agama Hindu. Hal itu diketahui dari penyebutan bangunan suci untuk Dewa Trimurti. Bangunan itu disebut bangunan Wapraskewara dan di Gua Kembeng di Pedalaman Kutai ada sejumlah arca-arca agama Hindu ibarat Siwa dan Ganesa.
Prasasti Kerajaan Kutai
Informasi yang ada diperoleh dari Yupa / prasasti dalam upacara pengorbanan yang berasal dari kurun ke-4. Ada tujuh buah yupa yang menjadi sumber utama bagi para jago dalam menginterpretasikan sejarah Kerajaan Kutai. Yupa yakni tugu kerikil yang berfungsi sebagai tugu peringatan yang dibentuk oleh para brahman atas kedermawanan raja Mulawarman. Dalam agama hindu sapi tidak disembelih ibarat kurban yang dilakukan umat islam. Dari salah satu yupa tersebut diketahui bahwa raja yang memerintah kerajaan Kutai dikala itu yakni Mulawarman. Namanya dicatat dalam yupa sebab kedermawanannya menyedekahkan 20.000 ekor sapi kepada kaum brahmana. Dapat diketahui bahwa berdasarkan Buku Sejarah Nasional Indonesia II: Zaman Kuno yang ditulis oleh Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto yang diterbitkan oleh Balai Pustaka halaman 36, transliterasi prasasti diatas yakni sebagai berikut:
śrīmatah śrī-narendrasya; kuṇḍuṅgasya mahātmanaḥ; putro śvavarmmo vikhyātah; vaṅśakarttā yathāṅśumān; tasya putrā mahātmānaḥ; trayas traya ivāgnayaḥ; teṣān trayāṇām pravaraḥ; tapo-bala-damānvitaḥ; śrī mūlavarmmā rājendro; yaṣṭvā bahusuvarṇnakam; tasya yajñasya yūpo ‘yam; dvijendrais samprakalpitaḥ.
Artinya:
Sang Mahārāja Kundungga, yang amat mulia, mempunyai putra yang mashur, Sang Aśwawarmman namanya, yang ibarat Angśuman (dewa Matahari) menumbuhkan keluarga yang sangat mulia. Sang Aśwawarmman mempunyai putra tiga, ibarat api (yang suci). Yang terkemuka dari ketiga putra itu ialah Sang Mūlawarmman, raja yang berperadaban baik, kuat, dan kuasa. Sang Mūlawarmman telah mengadakan kenduri (selamatan yang dinamakan) emas-amat-banyak. Untuk peringatan kenduri (selamatan) itulah tugu kerikil ini didirikan oleh para brahmana.
Mulawarman yakni anak Aswawarman dan cucu Kundungga. Nama Mulawarman dan Aswawarman sangat kental dengan efek bahasa Sanskerta jikalau dilihat dari cara penulisannya. Kundungga yakni pembesar dari Kerajaan Campa (Kamboja) yang tiba ke Indonesia. Kundungga sendiri diduga belum menganut agama Hindu.
Aswawarman
Aswawarman yakni Anak Raja Kudungga.Ia juga diketahui sebagai pendiri dinasti Kerajaan Kutai sehingga diberi gelar Wangsakerta, yang artinya pembentuk keluarga. Aswawarman mempunyai 3 orang putera, dan salah satunya yakni Mulawarman.
Putra Aswawarman yakni Mulawarman. Dari yupa diketahui bahwa pada masa pemerintahan Mulawarman, Kerajaan Kutai mengalami masa keemasan. Wilayah kekuasaannya mencakup hampir seluruh wilayah Kalimantan Timur. Rakyat Kutai hidup sejahtera dan makmur. Kerajaan Kutai seolah-olah tak tampak lagi oleh dunia luar sebab kurangnya komunikasi dengan pihak asing, hingga sangat sedikit yang mendengar namanya.
Kerajaan Kutai berakhir dikala Raja Kutai yang berjulukan Maharaja Dharma Setia tewas dalam peperangan di tangan Raja Kutai Kartanegara ke-13, Aji Pangeran Anum Panji Mendapa. Perlu diingat bahwa Kutai ini (Kutai Martadipura) berbeda dengan Kerajaan Kutai Kartanegara yang saat
Nama-Nama Raja Kutai
- Maharaja Kudungga, gelar anumerta Dewawarman (pendiri)
- Maharaja Aswawarman (anak Kundungga)
- Maharaja Mulawarman (anak Aswawarman)
- Maharaja Marawijaya Warman
- Maharaja Gajayana Warman
- Maharaja Tungga Warman
- Maharaja Jayanaga Warman
- Maharaja Nalasinga Warman
- Maharaja Nala Parana Tungga
- Maharaja Gadingga Warman Dewa
- Maharaja Indra Warman Dewa
- Maharaja Sangga Warman Dewa
- Maharaja Candrawarman
- Maharaja Sri Langka Dewa
- Maharaja Guna Parana Dewa
- Maharaja Wijaya Warman
- Maharaja Sri Aji Dewa
- Maharaja Mulia Putera
- Maharaja Nala Pandita
- Maharaja Indra Paruta Dewa
- Maharaja Dharma Setia
Nama Maharaja Kundungga oleh para jago sejarah ditafsirkan sebagai nama orisinil orang Indonesia yang belum terpengaruh dengan nama budaya India. Sementara putranya yang berjulukan Asmawarman diduga telah terpengaruh budaya Hindu. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa kata Warman berasal dari bahasa Sanskerta. Kata itu biasanya dipakai untuk ahkiran nama-nama masyarakat atau penduduk India pecahan Selatan.[ki]