Kabar Gembira Buat kamu yang ga sengaja kunjungi Blog ini !!!

jarang-jarang kamu bisa nemuin Harga SOUVENIR se Murahini..

karena ini kami buat sengaja buat kamu yang ga sengaja berkunjung ke Blog kami dengan ulasan kami selain dari ulasan souvenir

Nah buat kamu yang tertarik dengan Harga-harga souvenir kami, bisa langsung hubungi whatsapp kami di 081296650889 atau 081382658900

caranya screenshoot atau sertakan link url souvenir yang kamu minati pada blog ini, kirimkan kepada kami di nomer yang sudah tertera dia atas

tanpa screenshoot atau link blog kami, kemungkinan kami akan memberikan harga jual yang ada pada toko kami yang cenderung lebih tinggi tentunya


Selasa, 30 September 2014

Sarekat Islam Pada mulanya SI lahir sebab adanya dorongan dari R.M. Tirtoadisuryo seorang bangsawan, wartawan, dan pedagang dari Solo. Tahun 1909, ia mendirikan perkumpulan dagang yang berjulukan Sarekat Dagang Islam (SDI). Perkumpulan itu bertujuan untuk memperlihatkan dukungan pada para pedagang pribumi biar sanggup bersaing dengan pedagang Cina. Saat itu perdagangan batik mulai dari materi baku dikuasai oleh pedagang Cina, sehingga pedagang batik pribumi semakin terdesak. Kegelisahan Tirtoadisuryo itu diutarakan pada H. Samanhudi. 
Atas dorongan itu H. Samanhudi mendirikan Sarekat Dagang Islam di Solo (1911). Pada mulanya SI bertujuan untuk kesejahteraan sosial dan persamaan sosial. Mula-mula SI merupakan gerakan sosial ekonomi tanpa menghiraukan problem kolonialisme. Jelaslah bahwa tujuan utama SDI yakni melindungi aktivitas ekonomi pedagang Islam biar sanggup terus bersaing dengan pengusaha Cina. Agama Islam dipakai sebagai faktor pengikat dan penyatu kekuatan pedagang Islam yang dikala itu juga menerima tekanan dan kurang diperhatikan dari pemerintah kolonial. Sebagai perkumpulan dagang SDI lalu berpindah ke Surabaya yang merupakan kota dagang di Indonesia. SDI selanjutnya dipimpin oleh Haji Umar Said Cokroaminoto. Cokroaminoto dikenal sebagai seorang orator yang cakap dan bijak, kemampuannya berorator itu memikat anggota-anggotanya. Di bawah kepemimpinannya diletakkan dasar-dasar gres yang bertujuan untuk memajukan semangat dagang bangsa Indonesia.
Disamping itu SDI juga memajukan rakyat dengan menjalankan hidup sesuaicajarana agama dan menghilangkan paham yang keliru perihal agama Islam. SDI lalu berubah nama menjadi Sarekat Islam (SI) pada tahun 1913. Pada kongres SI yang pertama, tanggal 26 Januari 1913, dalam pidatonya di Kebun Bintang Surabaya, ia menegaskan bahwa tujuan SI yakni menghidupkan jiwa dagang bangsa Indonesia, memperkuat ekonomi pribumi biar bisa bersaing dengan bangsa asing. Usaha di bidang ekonomi itu nampak sekali dengan didirikannya koperasi di Kota Surabaya. Di Surabaya pula bangun PT. Setia Usaha, yang bergerak tidak saja menerbitkan surat kabar “Utusan Hindia”, juga bergerak di bidang penggilingan padi dan perbankan. Usaha itu dimaksudkan untuk membebaskan kehidupan ekonomi dari ketergantungan bangsa asing.
Dalam kurun waktu kurang dari satu tahun, SI sudah memiliki cabang di aneka macam kota. Organisasi itu tumbuh menjadi besar. Kemajuan yang dicapai oleh SI itu dianggap bahaya bagi pemerintah kolonial. Pemerintah lalu mengeluarkan peraturan untuk menghambat laju pertumbuhan SI, yaitu cabang harus bangun sendiri dan terbatas daerahnya. Pemerintah kolonial tidak keberatan SI tempat mengadakan perwakilan yang diurus oleh pengurus sentral. Kemudian dibentuklah Central Sarikat Islam (CSI) yang mengorganisasikan 50 cabang kantor SI daerah.
Ketika pemerintah kolonial mengijinkan berdirinya partai politik, SI yang semula merupakan organisasi nonpolitik bermetamorfosis partai politik. SI mengirimkan wakilnya dalam Volksraad (Dewan Rakyat) dan memegang tugas penting dalam Radicale Concentratie, yaitu adonan perkumpulan yang bersifat radikal. Pemerintah kolonial yang dianggap cenderung kearah kapitalisme mulai ditentang. SI juga aktif mengorganisasi perkumpulan buruh. Dalam suatu pembukaan rapat Volksraad masih terekam dalam ingatan bersama kaum terpelajar bumiputera perihal Janji November (November Beloofte). Dalam pidatonya itu Gubernur Jenderal Hindia Belanda menyampaikan bahwa dalam zaman gres kekerabatan pemerintah colonial dan proses demokratisasi dimulai. Ia juga mengatakan, kalau saatnya kelak Volksraad menjadi dewan rakyat, sebuah forum bagi rakyat Hindia untuk memberikan hasrat untuk merdeka. Namun Volksraad tidak pernah menjadi tubuh rakyat Hindia, Volksraad tetap menjadi alat bagi pemerintah kolonial. Karena kecilnya capaian yang diraih oleh dewan rakyat tersebut, mendorong Cokroaminoto dan Agus Salim untuk mengubah aliran politik SI dari kooperatif ke nonkooperatif dan menolak ikut serta dalam setiap dewan rakyat yang didirikan pemerintah.
Dalam kongres SI tahun 1914, yang diselenggarakan di Yogyakarta Cokroaminoto dipilih sebagai pimpinan SI. Gejala konflik internal mulai kelihatan dan kewibawaan CSI mulai berkurang. Dalam kondisi itu Cokroaminoto tetap mempertahankan keutuhan dengan menyampaikan kecenderungan untuk memisahkan diri dari CSI harus dikutuk. Karena itu perpecahan harus dihindari, persatuan, harus dijaga sebab Islam sebagai unsur penyatu. Dalam kongres tahunan yang diselenggrakan SI pada tahun 1916, Cokroaminoto memberikan dalam pidatonya perlunya pemerintahan sendiri untuk rakyat Indonesia. Pada tahun itu kongres pertama SI yang dihadiri oleh 80 anggota SI lokal dengan anggotanya sebanyak 36.000 orang. Kongres itu merupakan Kongres Nasional sebab SI memiliki keinginan supaya penduduk Indonesia menjadi satu nation atau suku bangsa, dengan kata lain mempersatukan etnis Indonesia menjadi bangsa Indonesia. Cokroaminoto dikenal sebagai seorang politikus dan orator yang cerdas. Seorang cowok yang tinggal indekost di rumahnya tertarik dengan cara berpidatonya. Setiap hari cowok itu sering mengikuti diskusi-diskusi yang diadakan di rumah Cokroaminoto. Dia juga menggandakan cara Cokro berpidato dengan berlatih pidato di balkon rumah Cokro. Kelak cowok itu kita kenal sebagai seorang orator yang cerdas dan menjadi presiden pertama Indonesia, Sukarno.
Sebelum kongres tahunan berikutnya (1917) di Jakarta, muncul aliran revolusioner sosialis ditubuh SI, yang berasal dari SI Semarang yang dipimpin oleh Semaun. Kongres tetap berjalan dan menetapkan bahwa azas usaha SI yakni pemerintahan bangun sendiri dan usaha melawan penjajahan dari kolonialisme. Sejak itu Cokroamitono dan Abdul Muis mewakili SI dalam Dewan Rakyat. SI semakin menerima simpati dari rakyat. Keanggotaannya pun semakin meningkat. Sementara itu efek Semaun semakin menjalar ke tubuh SI. Sejak itulah efek sosial-komunis masuk ke dalam tubuh SI pusat maupun cabang-cabangnya. Sebagai organisasi besar SI telah disusupi oleh orang-orang yang menjadi anggota Indische Sociaal Democratische Vereninging (ISDV), menyerupai Semaun dan Darsono. Pada kongres SI kelima tahun 1921, Semaun melancarkan kritik terhadap kebijakan SI Pusat sehingga timbul perpecahan. Di satu pihak aliran yang diinginkan SI yakni ekonomi dogmatis yang diwakili oleh Semaun, yang lalu dikenal dengan SI Merah beraliran komunis. Di sisi lain, SI menginginkan aliran nasional keagamaan yang diwakili oleh Cokroaminoto, yang lalu dikenal dengan SI Putih. Rupanya tanda-tanda usaha dua aliran itu tidak sanggup dipersatukan. Agus Salim dan Abdul Muis mendesak biar ditetapkan disiplin partai yang melarang keanggotaan rangkap. Usulan itu sangat mengkhawatirkan Partai Komunis Indonesia (PKI). Oleh sebab itu, Tan Malaka meminta displin partai diadakan perkecualian bagi PKI. Namun demikian, disiplin partai sanggup diterima oleh kongres dengan bunyi mayoritas. Konsekuensi dari itu Semaun dikeluarkan dari SI, sebab dilarang rangkap anggota. Dengan demikian, langkah pertama dari efek PKI ke dalam tubuh SI telah sanggup diatasi.
Sementara itu dalam kongres di Madiun 1923, Central Sarekat Islam (CSI) diganti menjadi Partai Sarekat Islam (PSI), dan memberlakukan disiplin partai. Di lain pihak, SI yang menerima efek PKI menyatakan diri bernaung dalam Sarekat Rakyat yang merupakan bentukan PKI. Azas usaha PSI yakni nonkooperasi artinya oraganisasi itu tidak mau berafiliasi dengan pemerintah kolonial. Namun organisasi itu mengijinkan anggotanya duduk di dalam Dewan Rakyat atas nama pribadi. Kongres PSI tahun 1927 menegaskan azas usaha organisasi itu yakni mencapai kemerdekaan nasional menurut agama Islam. Karena PSI menggabungkan diri dalam Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI), nama PSI ditambah dengan Indonesia untuk memperlihatkan usaha kebangsaan. Selanjutnya organisasi itu berjulukan Partai Sarikat Islam Indonesia (1927). Maka muncullah efek positif bagi perkembangan nasionalisme PSI. Perubahan nama itu berkaitan dengan kehadiran Sukiman yang gres tiba dari Belanda. Dalam konggres Pemuda tahun 1928, PSII aktif mengambil pecahan dalam PPPKI. Banyaknya anggota muda dalam PSII membawa perbedaan paham antara golongan muda dengan golongan tua. Pada 1932, timbulah perpecahan dalam tubuh organisasi itu. Muncullah Partai Islam Indonesia (PARII) dibawah Dr. Sukiman yang berpusat di Yogyakarta. Agus Salim dan A.M. Sangaji mendirikan Barisan Penyedar yang berusaha menyadarkan diri sesuai dengan tuntutan zaman. Persatuan dalam PSII tak sanggup dipertahankan lagi, Sukiman lalu memisahkan diri yang diikuti oleh Wiwoho, Kasman Singodimedjo dll. Pada tahun 1940, Sekar Maji Kartosiwiryo mendirikan PSII tandingan terhadap PSII yang dipimpin Abikusno Cokrosuyoso. Akibat perpecahan itu PSII mengalami kemunduran. Peranannya sebagai Partai Islam lalu dilanjutkan oleh Partai Islam Indonesia yang merupakan lanjutan dari PARII di bawah pimpinan Dr. Sukiman.[ki]