Masa Demokrasi Liberal hingga Demokrasi Terpimpin Pelaksanaan demokrasi liberal sesuai dengan konstitusi yang berlaku ketika itu, yakni Undang Undang Dasar Sementara 1950. Kondisi ini bahkan sudah dirintis semenjak dikeluarkannya maklumat pemerintah tanggal 16 Oktober 1945 dan maklumat tanggal 3 November 1945, tetapi kemudian terbukti bahwa demokrasi liberal atau parlementer yang menggandakan sistem Eropa Barat kurang sesuai diterapkan di Indonesia. Tahun 1950 hingga 1959 merupakan masa berkiprahnya parta-partai politik. Dua partai terkuat pada masa itu (PNI & Masyumi) silih berganti memimpin kabinet. Sering bergantinya kabinet sering menyebabkan ketidakstabilan dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan keamanan. Ciri-ciri demokrasi liberal ialah sebagai berikut :
- Presiden dan Wapres tidak sanggup diganggu gugat
- Menteri bertanggung jawab atas kebijakan pemerintah
- Presiden sanggup dan berhak berhak membubarkan DPR
- Perdana Menteri diangkat oleh Presiden
Kabinet Natsir
Masa pemerintahan Kabinet Natsir (6 September 1950 - 20 Maret 1951). Merupakan kabinet koalisi yang dipimpin oleh partai Masyumi.
Program : Menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman; Mencapai konsolidasi dan menyempurnakan susunan pemerintahan; Menyempurnakan organisasi Angkatan Perang; Mengembangkan dan memperkuat ekonomi rakyat; Memperjuangkan penyelesaian perkara Irian Barat.
Hasil : Berlangsung negosiasi antara Indonesia-Belanda untuk pertama kalinya mengenai perkara Irian Barat.
Masalah yang dihadapi: Upaya memperjuangkan perkara Irian Barat dengan Belanda mengalami jalan buntu (kegagalan); Timbul perkara keamanan dalam negeri yaitu terjadi pemberontakan hampir di seluruh wilayah Indonesia, menyerupai Gerakan DI/TII, Gerakan Andi Azis, Gerakan APRA, Gerakan RMS.
Berakhirnya kekuasaan kabinet: Adanya mosi tidak percaya dari PNI menyangkut pencabutan Peraturan Pemerintah mengenai DPRD dan DPRDS. PNI menganggap peraturan pemerintah No. 39 th 1950 mengenai DPRD terlalu menguntungkan Masyumi. Mosi tersebut disetujui dewan legislatif sehingga Natsir harus mengembalikan mandatnya kepada Presiden.
Kabinet Sukiman
Masa Pemerintahan Kabinet Sukiman (27 April 1951 - 3 April 1952). Merupakan kabinet koalisi antara Masyumi dan PNI.
Program : Menjamin keamanan dan ketentraman; Mengusahakan kemakmuran rakyat; Mempercepat persiapan pemilihan umum; Menjalankan politik luar negeri secara bebas aktif serta memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah RI secepatnya.
Hasil: Tidak terlalu berarti lantaran programnya melanjtkan aktivitas Natsir hanya saja terjadi perubahan skala prioritas dalam pelaksanaan programnya, menyerupai awalnya aktivitas Menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman selanjutnya diprioritaskan untuk menjamin keamanan dan ketentraman
Masalah yang dihadapi: telah melanggar politik luar negara Indonesia yang bebas aktif lantaran lebih condong ke blok barat bahkan dinilai telah memasukkan Indonesia ke dalam blok barat; Adanya krisis moral yang ditandai dengan munculnya korupsi; Masalah Irian barat belum juga teratasi; Hubungan Sukiman dengan militer kurang baik
Berakhirnya kekuasaan kabinet: Muncul kontradiksi dari Masyumi dan PNI atas tindakan Sukiman sehingga mereka menarik dukungannya pada kabinet tersebut. dewan perwakilan rakyat balasannya menggugat Sukiman dan terpaksa Sukiman harus mengembalikan mandatnya kepada presiden.
Kabinet Wilopo
Masa Pemerintahan Kabinet Wilopo (3 April 1952 – 3 Juni 1953)
Program : Program dalam negeri : Menyelenggarakan pemilihan umum (konstituante, DPR, dan DPRD), meningkatkan kemakmuran rakyat, meningkatkan pendidikan rakyat, dan pemulihan keamanan. Program luar negeri : Penyelesaian perkara hubungan Indonesia-Belanda, Pengembalian Irian Barat ke pangkuan Indonesia, serta menjalankan politik luar negeri yang bebas-aktif.
Masalah yang dihadapi: Adanya kondisi krisis ekonomi; Terjadi defisit kas negara; Munculnya gerakan sparatisme t; Terjadi insiden 17 Oktober 1952. Merupakan merupakan kontradiksi antara Tentara Nasional Indonesia dan sipil. Inti insiden ini ialah gerakan sejumlah perwira angkatan darat guna menekan Sukarno supaya membubarkan kabinet. Munculnya insiden Tanjung Morawa,Inti insiden Tanjung Morawa ialah insiden bentrokan antara pegawanegeri kepolisian dengan para petani liar mengenai perkara tanah perkebunan di Sumatera Timur (Deli).
Berakhirnya kekuasaan kabinet : Akibat insiden Tanjung Morawa muncullah mosi tidak percaya dari Serikat Tani Indonesia terhadap kabinet Wilopo. Sehingga Wilopo harus mengembalikan mandatnya pada presiden.
Kabinet Ali Sastroamijoyo
Masa Pemerintahan Kabinet Ali Sastroamijoyo (31 Juli 1953 – 12 Agustus 1955)
Program: Meningkatkan keamanan dan kemakmuran serta segera menyelenggarakan Pemilu; Pembebasan Irian Barat secepatnya; Pelaksanaan politik bebas-aktif dan peninjauan kembali persetujuan KMB dan Penyelesaian Pertikaian politik
Hasil: Persiapan Pemilihan Umum 1955; Menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika tahun 1955.
Kendala/ Masalah yang dihadapi: Menghadapi perkara keamanan di tempat yang belum juga sanggup terselesaikan, menyerupai DI/TII di Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Aceh. terjadi insiden 27 Juni 1955 suatu insiden yang mengatakan adanya kemelut dalam badan TNI-AD. Masalah Tentara Nasional Indonesia –AD yang merupakan kelanjutan dari Peristiwa 17 Oktober 1952. Keadaan ekonomi yang semakin memburuk. Memudarnya kepercayaan rakyat terhadap pemerintah. Munculnya konflik antara PNI dan NU .
Berakhirnya kekuasaan kabinet; Nu menarik derma dan menterinya dari kabinet sehingga keretakan dalam kabinetnya inilah yang memaksa Ali harus mengembalikan mandatnya pada presiden.
Kabinet Burhanuddin Harahap
Masa Pemerintahan Kabinet Burhanuddin Harahap (12 Agustus 1955 – 3 Maret 1956)
Program: Mengembalikan kewibawaan pemerintah. Melaksanakan pemilihan umum 1955. Masalah desentralisasi, inflasi, pemberantasan korupsi. Perjuangan pengembalian Irian Barat. Politik Kerjasama Asia-Afrika menurut politik luar negeri bebas aktif.
Hasil: Penyelenggaraan pemilu pertama yang demokratis pada 29 September 1955 (memilih anggota DPR) dan 15 Desember 1955 (memilih konstituante). Perjuangan Diplomasi Menyelesaikan perkara Irian Barat dengan pembubaran Uni Indonesia-Belanda. Pemberantasan korupsi; Terbinanya hubungan antara Angkatan Darat dengan Kabinet Burhanuddin. Menyelesaikan perkara insiden 27 Juni 1955.
Kendala/ Masalah yang dihadapi : Banyaknya mutasi dalam lingkungan pemerintahan dianggap menyebabkan ketidaktenangan.
Berakhirnya kekuasaan kabinet: Dengan berakhirnya pemilu maka kiprah kabinet Burhanuddin dianggap selesai. Pemilu tidak menghasilkan derma yang cukup terhadap kabinet sehingga kabinetpun jatuh. Akan dibuat kabinet gres yang harus bertanggungjawab pada dewan legislatif yang gres pula.
Kabinet Ali sastroamijoyo II
Masa pemerintahan Kabinet Ali Sastroamijoyo II (20 Maret 1956 – 4 Maret 1957)
Program: Program kabinet ini disebut Rencana Pembangunan Lima Tahunyang memuat aktivitas jangka panjang, sebagai berikut. Perjuangan pengembalian Irian Barat; Pembentukan daerah-daerah otonomi; Mengusahakan perbaikan nasib kaum buruh dan pegawai; Menyehatkan perimbangan keuangan negara; Mewujudkan perubahan ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional.
Selain itu aktivitas pokoknya adalah: Pembatalan KMB, pemulihan keamanan dan ketertiban. Melaksanakan keputusan KAA.
Hasil: Mendapat derma penuh dari presiden dan dianggap sebagai titik tolak dari periode planning and investment, hasilnya ialah Pembatalan seluruh perjanjian KMB.
Kendala/ Masalah yang dihadapi: Berkobarnya semangat anti Cina di masyarakat. Muncul pergolakan/kekacauan di tempat (PRRI/Permesta). Memuncaknya krisis di aneka macam daerah. Pembatalan KMB oleh presiden, Timbulnya perpecahan antara Masyumi dan PNI.
Berakhirnya kekuasaan kabinet: Mundurnya sejumlah menteri dari Masyumi menciptakan kabinet hasil Pemilu I ini jatuh dan menyerahkan mandatnya pada presiden.
Kabinet Djuanda
Masa pemerintahan Kabinet Djuanda ( 9 April 1957- 5 Juli 1959)
Program : Programnya disebut Panca Karya sehingga sering juga disebut sebagaiKabinet Karya, programnya yaitu : Membentuk Dewan Nasional; Normalisasi keadaan Republik Indonesia; Melancarkan pelaksanaan Pembatalan KMB; Perjuangan pengembalian Irian Jaya; Mempergiat/mempercepat proses Pembangunan
Hasil : Mengatur kembali batas perairan nasional Indonesia melalui Deklarasi Djuanda; Terbentuknya Dewan Nasional . Sebagai titik tolak untuk menegakkan sistem demokrasi terpimpin; Mengadakan Musyawarah Nasional (Munas) untuk meredakan pergolakan di aneka macam daerah. Diadakan Musyawarah Nasional Pembangunan
Kendala/ Masalah yang dihadapi: Kegagalan Menghadapi pergolakan di tempat lantaran pergolakan di tempat semakin meningkat. Keadaan ekonomi dan keuangan yang semakin buruk. Terjadi insiden Cikini, yaitu insiden percobaan pembunuhan terhadap Presiden Sukarno di depan Perguruan Cikini
Berakhirnya kekuasaan kabinet: Berakhir ketika presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan mulailah babak gres sejarah RI yaitu Demokrasi Terpimpin.
Pemilhan Umum Tahun 1955
Pemilihan Umum 1955 dilaksanakan pada masa kabinet Burhanuddin Harahap . dilaksanakan pada tanggal 29 September 1955 (Pemilihan anggota parlemen) dan tanggal 15 Desember 1955 (Pemilihan konstituante). Pemihan umum 1955 menghasilkan 4 besar parpol pemenang pemilu (Masyumi, NU, PNI dan PKI).
Masa Demokrasi Terpimpin
Latar belakang munculnya demokrasi terpimpin: kegagalan konstituante dalam menyusun Undang-Undang Dasar gres serta ketegangan-ketegangan politik pasca pemilu 1955. Kemudian presiden Soekarno mengajukan konsepsi dengan nama demokrasi terpimpin. Dalam situasi yang tidak menentu balasannya presiden Soekarno mengeluarkan dekrit pada tanggal 5 Juli 1959 yang isinya:
- Pembubaran konstituante
- Berlakunya kembali Undang-Undang Dasar 1945
- Tidak berlakunya UUDS 1950
- Pembentukan MPRS dan DPAS
Didalam sistem demokrasi terpimpin, pada kenyataannya terjadi penyimpangan-penyimpangan konstitusi diantaranya; MPRS tunduk kepada Presiden; MPRS diangkat oleh Presiden; Pembubaran dewan perwakilan rakyat hasil pemilu dan pengangkatan DPR-GR; Politik luar negeri yang cenderung berpihak kepada blok timur; Pengangkatan soekarno sebagai presiden seumur hidup.
Pada tanggal 17 Agustus 1959 presiden berpidato yang berjudul inovasi kembali revolusi kita, dikenal dengan manifesto politik RI, manifesto Politik RI kemudian dijadikan GBHN. Inti dari manifesto politik ialah USDEK (UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi terpimpin dan Kepribadian Indonesia).
Pandangan politik luar negeri pada masa demokrasi terpimpin dilandasi oleh pandangan NEFO (New Emerging Forces) dan OLDEFO (Old Established Forces). Nefo merupakan kekuatan gres yang sedang muncul yaitu Negara-negara Progresif Revolusioner (Indonesia dan Negara-negara komunis) yang anti kolonialisme dan imperialism. Sedangkan Oldefo ialah kekuatan usang yang telah mapan yakni Negara-negara kapitalis yang neokolonialis dan imperialis (Nekolim). Pemerintah mengeluarkan konfrontasi terhadap pembentukan Negara Federasi Malaysia. Kareana Malaysia dianggap sebagai proyek neokolonialis Inggris yang membahayakan Indonesia dan Negara-negara Nefo. Dalam rangka itu dikeluarkan Dwi Komando rakyat (Dwikora) pada tanggal 3 Mei 1964 yang isinya sebagai berikut:
- Perhebat ketahanan Revolusi Indonesia.
- Bantu usaha rakyat Malaysia untuk membebaskan diri dari Nekolim Inggris.
Pelaksanaan Dwikora diawali dengan pembentukan Komando Siaga yang dipimpin Marsekal Omar Dani. Demokrasi terpimpin diakhiri dengan terjadinya insiden G30S/PKI dan digantikan oleh Orde Baru dibawah pimpinan Presiden Soeharto.[ki]