Kabar Gembira Buat kamu yang ga sengaja kunjungi Blog ini !!!

jarang-jarang kamu bisa nemuin Harga SOUVENIR se Murahini..

karena ini kami buat sengaja buat kamu yang ga sengaja berkunjung ke Blog kami dengan ulasan kami selain dari ulasan souvenir

Nah buat kamu yang tertarik dengan Harga-harga souvenir kami, bisa langsung hubungi whatsapp kami di 081296650889 atau 081382658900

caranya screenshoot atau sertakan link url souvenir yang kamu minati pada blog ini, kirimkan kepada kami di nomer yang sudah tertera dia atas

tanpa screenshoot atau link blog kami, kemungkinan kami akan memberikan harga jual yang ada pada toko kami yang cenderung lebih tinggi tentunya


Kamis, 09 Mei 2013

Reaksi Rakyat Terhadap Proklamasi Indonesia Sahabat sekalian, pada kesempatan kali ini akan share mengenai Dukungan Rakyat di Seluruh Indonesia ketika mereka mendengar kabar Bahwa Kemerdekaan Indonesia yang sudah beratus ratus tahun di cita-citakan telah berhasil direalisasikan dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945.

Yogyalarta

Di Yogyakarta, kudeta secara serentak dimulai pada tanggal 26 September 1945. Sejak pukul 10 pagi, semua pegawai pemerintah dan perusahaan-perusahaan yang dikuasai oleh Jepang mengadakan agresi pemogokan. Mereka mendesak Jepang supaya menyerahkan semua kantor kepada Pemerintah RI. Sementara itu, para perjaka yang tergabung dalam BKR berusaha untuk memperoleh senjata dari pihak Jepang. Usaha melucuti tentara Jepang melalui jalan negosiasi sama sekali gagal. Pada malam hari tanggal 7 Oktober 1945, para perjaka BKR bersama dengan Polisi spesial bergabung menuju ke Kota Baru. Mereka menyerbu tangsi Otsuka Butai (sekarang gedung Sekolah Menengan Atas di sebelah sentral telepon). Pada hari itu juga Otsuka Butai menyerah. Dalam penyerbuan itu sebanyak 18 orang perjaka polisi gugur.

Bandung

Di Bandung, pertempuran diawali oleh perjuangan para perjaka untuk merebut Pangkalan Udara Andir dan bekas senjata ACW (Artillerie Contructie Winkel). Perjuangan itu terus berlangsung hingga dengan kedatangan pasukan Sekutu di kota Bandung pada tanggal 17 Oktober 1945.

Semarang

Di Semarang terjadi pertempuran yang dahsyat antara para perjaka Indonesia melawan Jepang. Pada tanggal 14 Oktober 1945 sekitar 400 orang tawanan Jepang dari pabrik gula Cepiring diangkut oleh perjaka Indonesia untuk dibawa ke Penjara Bulu di Semarang. Sebelum hingga di Penjara Bulu, sebagian tawanan itu melarikan diri dan minta donasi kepada batalyon Kido. Para perjaka menjadi murka dan mulai merebut kantor-kantor pemerintah. Orang-orang Jepang yang ditemui disergap dan ditawan. Ppada keesokan harinya pasukan Jepang menyerbu kota Semarang dari tangsinya di Jatingaleh. Sejak dikala itulah berlangsung Pertempuran Lima Hari di Semarang. Korban yang jatuh di pertempuran ini diperkirakan sebanyak 990 orang.

Surabaya

Reaksi banyak sekali tempat di Indonesia terhadap Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia yakni terjadinya perebutan kekuasaan, baik dengan cara kekerasan maupun dengan cara perundingan. Pada bulan September 1945, beberapa pemimpin karesidenan di Jawa menyambut Proklamasi Kemerdekaan dengan menyatakan diri sebagai bab dari Pemerintahan Republik Indonesia dan mengancam akan melaksanakan tindakan keras terhadap segala tindakan yang menentang Pemerintah Republik Indonesia. Pegawai-pegawai Jepang dirumahkan dan tidak boleh memasuki kantor-kantor mereka.

Tahap berikutnya, para perjaka berusaha untuk merebut senjata dan gedung-gedung vital. Selama bulan September di Surabaya terjadi perebutan senjata di arsenal (gudang mesiu) Don Bosco, perebutan Markas Pertahanan Jawa Timur, perebutan Pangkalan Angkatan Laut Ujung, dan perebutan markas-markas Jepang lainnya serta perebutan pabrik-pabrik yang tersebar di seluruh kota.

Pada tanggal 19 September 1945, terjadi Insiden Bendera di Hotel Yamato. Insiden ini terjadi ketika orang-orang Belanda bekas tawanan Jepang menduduki Hotel Yamato dengan dibantu oleh serombongan pasukan Sekutu, mengibarkan bendera Belanda di puncak hotel. Hal ini memancing kemarahan para pemuda. Oleh lantaran itu Residen Sudirman dengan cara baik-baik meminta supaya bendera Belanda tersebut diturunkan. Setelah ajakan itu ditolak, maka hotel itu diserbu oleh para perjaka dan bentrokan pun tidak sanggup dihindarkan. Beberapa perjaka berhasil memanjat atap hotel dan menurunkan bendera Belanda. Selanjutnya mereka merobek warna birunya dan mengibarkannya kembali menjadi merah-putih. Sasaran berikutnya yakni Markas Kempetai yang terletak di depan kantor gubernur sekarang, lantaran dianggap sebagai lambang kekejaman Jepang. Markas tersebut diserbu oleh rakyat pada tanggal 1 Oktober 1945. Setelah melalui pertempuran selama kurang lebih 5 jam, gedung itu jatuh ke tangan rakyat. Dalam pertempuran itu 25 orang perjaka gugur dan 60 luka-luka serta sebanyak 15 orang prajurit Jepang Meninggal.

Sulawesi Selatan

Di Sulawesi Selatan pada tanggal 19 Agustus 1945, rombongan Dr. Sam Ratulangi, Gubernur Sulawesi, mendarat di Sapiria, Bulukumba. Setibanya di Ujung Pandang (Makassar), gubernur mulai menyusun pemerintahan dengan mengangkat Mr. Andi Zainal Abidin sebagai sekretaris daerah. Akan tetapi, para perjaka menganggap tindakan gubernur terlalu berhati-hati. Oleh lantaran itu, pada perjaka mulai merencanakan untuk merebut gedung-gedung vital, menyerupai stasiun radio dan tangsi polisi. Kelompok perjaka tersebut terdiri atas kelompok Barisan Berani Mati (Bo-ei Tai-shin), bekas Kaigun Heiho dan pelajar SMP. Pada tanggal 28 Oktober 1945 mereka bergerak menuju target dan mendudukinya. Mengetahui tindakan perjaka itu, pasukan Australia yang sudah ada sebelumnya bergerak dan melucuti para pemuda. Karena terdesak, maka pusat gerakan perjaka dipindahkan dari Ujung Pandang ke Polombangkeng.

Sulawesi Utara

Di Sulawesi Utara, sekalipun telah hampir setengah tahun dikuasai NICA, perjuangan para perjaka untuk menegakkan kedaulatan RI tidaklah padam. Pada tanggal 14 Februari 1946, pemuda-pemuda Indonesia anggota KNIL yang telah tergabung dalam Pasukan Pemuda Indonesia (PPI) bergerak menuju Tangsi Putih dan Tangsi Hitam di Teling, Manado. Mereka membebaskan para tahanan yang dianggap pro-Republik Indonesia. Sebaliknya mereka menahan Komandan Garnisun Manado dan semua pasukan Belanda di Teling dan penjara Manado. Bahkan kemudian para perjaka menguasai markas Belanda di Tomohon dan Tondano. Selanjutnya mereka mengirim informasi kudeta itu ke pemerintahan pusat di Yogyakarta. Pemerintahan sipil dibuat pada tanggal 16 Februari 1946. B.W. Lapian diangkat sebagai residennya. Satuan tentara lokal juga dibuat dengan pimpinan kolektif, yaitu Ch. Taulu, S.D. Wuisan, dan J. Kaseger.

Banda Aceh

Di Banda Aceh pada tanggal 6 Oktober 1945 para perjaka dan tokoh masyarakat membentuk Angkatan Pemuda Indonesia (API). Pada tanggal 12 Oktober 1945 Shucokan Jepang memanggil pada pemimpin pemuda. Ia menyatakan bahwa walaupun Jepang telah kalah, tetapi keamanan masih menjadi tanggung jawab mereka. Oleh lantaran itu, ia meminta semua kegiatan mendirikan perkumpulan yang tanpa izin dihentikan dan perkumpulan yang sudah terlanjur dibentuk, supaya dibubarkan. Para pemimpin perjaka menolak keras. Sejak hari itu dimulailah perebutan dan pengambilalihan kantor-kantor pemerintah dengan pengibaran bendera Merah Putih. Bentrokan dengan pasukan Jepang terjadi di Langsa, Lho’Nga, Ulee Lheue, dan lain-lain.

Sumatera Selatan

Di Sumatera Selatan kudeta terjadi pada tanggal 8 Oktober 1945. Peristiwa itu terjadi ketika Residen Sumatera Selatan dr. A.K. Gani bersama seluruh pegawai Gunseibu melaksanakan upacara pengibaran bendera Merah Putih. Pengibaran bendera Merah Putih juga dilakukan oleh para pegawai di kantor masing-masing. Pada hari itu juga diumumkan bahwa di seluruh karesidenan Palembang hanya ada satu kekuasaan, yaitu Republik Indonesia. Perebutan kekuasaan di Palembang berlangsung tanpa insiden, alasannya yakni orang-orang Jepang telah menghindar ketika bencana itu terjadi.

Kalimantan

Di Kalimantan, di beberapa kota sudah mulai timbul gerakan mendukung Proklamasi Kemerdekaan RI. Pada waktu itu tentara Australia sudah mendarat dan mengeluarkan ultimatum melarang semua acara politik, menyerupai demonstrasi, menyelenggarakan rapat-rapat, dan mengibarkan bendera Merah Putih. Akan tetapi, kaum nasionalis tetap melaksanakannya. Di Balikpapan, pada tanggal 14 November 1945, sejumlah 8.000 orang berkumpul di depan komplek NICA sambil membawa bendera Merah Putih.

Sumbawa

Di Pulau Sumbawa, pemuda-pemuda Indonesia pada bulan Desember 1945 berusaha merebut senjata dari Jepang. Di Gempe terjadi bentrokan antara 200 perjaka melawan Jepang. Di Sape sekitar 400 perjaka berusaha merebut senjata di markas Jepang. Hal yang sama juga terjadi di Raba.

Bali

Di Bali para perjaka pada final bulan Agustus telah membentuk beberapa organisasi perjaka menyerupai AMI dan Pemuda Republik Indonesia (PRI). Mereka berusaha menegakkan kedaulatan RI melalui perundingan, tetapi mendapat kendala dari pihak Jepang. Oleh lantaran itu, pada tanggal 13 Desember 1945 mereka melaksanakan gerakan serentak untuk merebut kekuasaan dari tangan Jepang. Akan tetapi, hal itu juga mengalami kegagalan.[ki]